Rabu, 29 September 2010

Hari Konservasi Nasional di Kupang

Tempatkan Kata Konservasi itu Pada Tempatnya

Saya tidak mau berdebat banyak soal kata, term, atau istilah tentang konservasi. Perdebatan itu hanya membuat kita bingung. Tak pelak, jika terlalu lama berdebat, waktu akan terbuang sia-sia dan pekerjaan kemudian menjadi menumpuk. Saya cuma mau berbagi soal perayaan, tepatnya peringatan Hari Konservasi Nasional yang dilakukan di Pantai Lasiana Kupang, pada senin 27 September 2010.

Ternyata, banyak di antara teman-teman yang tidak tahu, kalau hari Konservasi Nasional itu jatuh pada tanggal 28 September. Dengan sedikit meminta maaf, saya pun juga termasuk di antara teman-teman yang tidak tahu itu. Maka dari itu, ketika disebar pengumuman pada jumat 24 September perihal untuk menghadiri peringatan hari konservasi nasional itu, banyak di antara kami yang menggerutu, tidak siap, dan berbagai alasan lainnya.

Lepas dari kejadian itu, peringatan Hari Konservasi Nasional yang mengusung tema "Melalui hari konservasi nasional, kita sukseskan mitigasi perubahan iklim dan pelestarian keanekaragaman hayati di bumi flobamora" itu dilakukan lumayan hikmat. Inti acara adalah pelepasan ratusan anakan penyu hijau (habitat asalnya dari Manipo) ke laut dan penanaman pohon nyamplung di sepanjang tanggul penahan ombak Pantai Lasiana. Kedua aktivitas itu tentu dicocok-cocokkan dengan tema kegiatan. Pelepasan penyu menyimbolkan pelestarian keanekaragaman hayati, sedangan penanaman nyamplung dikaitkan dengan upaya mitigasi perubahan iklim yang sedang trendy itu.



Namun sesaat setelah acara berlangsung, saya berpikir. Apakah penyu yang sudah berlarian menuju laut lepas tersebut akan aman dan hidup dengan bebasnya? Sambil berpikir, saya melihat dengan miris, lepas seratus meter dari bibir pantai terdapat bagan-bagan nelayan yang dibuat sebagai rumah terapung di atas laut untuk memudahkan menjaring ikan. Bagan itu jumlahnya puluhan. Nelayan setempat memanfaatkannya untuk meraup teri dan ikan kecil lainnya yang nasibnya kurang beruntung saat lewat di atas jaring tangkapan sang nelayan.

Di sisi lain, sekitar 150 meter dari tempat pelepasan penyu, tampak tiga orang sedang asyik masyuk memancing di pantai. Saat saya perhatikan, sesekali mereka melirik ke arah orang-orang yang bersukaria membuang penyu ke laut. Pikiran nakal saya menggelitik mulut ini, saya bergumam, "lihat saja, seminggu kemudian, di sepanjang jalan raya Lasiana akan banyak dikerubungi anak SD yang ingin jajan penyu imut-imut hasil tangkapan sang nelayan, lumayan kan, buat mainan."

Pantai Lasiana adalah tempat wisata. Awal saya bekerja di Kupang, hampir setiap satu kali dalam seminggu bermain bola di tempat ini. Kalau hari minggu, terkadang saya ajak anak dan istri untuk sarapan pagi sambil berpiknik di sini. Banyak pula orang-orang yang berekreasi sambil bermain voly pantai. Namanya orang mau senang-senang, apa saja akan mereka lakukan. Lari sana lari sini, injak sana injak sini, buang sana buang sini, dan terakhir, vandalisme, coret sana coret sini.

Saya jadi tidak yakin, kalau nyamplung yang ditanam akan bisa hidup dan tumbuh menjadi pelindung pantai dari abrasi air laut. Alih-alih tumbuh, nyamplung itu akan mati terinjak-injak wisatawan domestik yang brutal, atau loyo kecapekan terhempas angin. Belum lagi tingkah anak kecil, yang senang mencabuti tanaman yang baru saja tumbuh.


Solusinya Mungkin Seperti Ini
Untuk menjaga penyu, sepertinya harus ada yang mengingatkan para nelayan itu, supaya tidak mengambil penyu, atau melepaskan kembali penyu yang tersangkut pada jaring mereka saat mengambil ikan. Perlu dicuci otak para nelayan itu dengan mitos, bahwa pantai yang ada penyu nya akan mendatangkan rejeki bagi penduduk setempat. Mitos itu harus didukung dengan logika rasional. Istri nelayan itu banyak pula yang berjualan di pantai. Mereka akan mendapatkan untung lebih besar dari sebelum ada penyu di pantai itu, karena pengunjung akan bertambah banyak. Pengunjung tidak cuma mau berenang, main bola, atau voly, tapi mereka mau lihat penyu.

Pohon nyamplung yang ditanam akan lebih baik, jika dirawat secara berkala dan diberi perlindungan sungkup/dipagari keliling sekitar anakan pohon. Perlindungan itu akan memperkuat akar dan membuatnya tumbuh lebih cepat karena terlindung dari gangguan angin laut yang ganas. Perawatan nyamplung harus dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat. Pemerintah mengirimkan tenaga yang menrawat pohon itu setiap satu minggu sekali. Sedangkan masyarakat, harus diberitahu manfaat nyamplung sebagai pohon penghasil bioetanol atau biodiesel yang pada kemudian hari akan menjadi mahal harganya. Dengan iming-iming itu, masyarakat akan sukacita dengan sendirinya menjaga nyamplung, asalkan sudah diberi tahu diawal perihal bagi hasil yang akan di lakukan jika pohon itu hendak dipanen.

Persoalan utamanya sekarang, dengan solusi semacam itu, saya tampilkan dalam bentuk pertanyaan. Apakah pemerintah dan masyarakat saat ini sudah menempatkan kata Konservasi itu pada tempatnya? Dalam arti, apakah pemerintah dan masyarakat sudah sadar akan pentingnya upaya yang dilakukan pada peringatan hari konservasi itu?

Saya tidak berani menjamin kalau penyu dan nyamplung akan mampu bertahan hidup di tengah-tengah riuh rendah manusia yang berekreasi. Saya cuma berpikir, seandainya setiap orang paham dengan apa yang dimaksud dari kata konservasi, tentu semuanya akan baik-baik saja.

In God We Trust

6 komentar:

  1. Huahahaha... Korban Abuse of power ni yeee.. :P

    Baidewei ,soal penanaman nyamplung di pinggir pantai itu, kalau nggak salah harus memenuhi kriteria tanam. Selain didukung dengan kedalaman tanah, jarak antartanaman, jarak tanaman dengan garis pantai dll. CMIWW.

    Jadi percaya mitos atau In God we trust? wakakak

    BalasHapus
  2. Heeelah dalah...
    Kalo soal abuse of power saya cuma percaya satu: In God We Trust itu hehehehe... Tapi kalo soal teknik penanaman, saya percaya lah sama orang-orang itu, kan rimbawan semua, dan dari semua instansi terkait dan diikuti pula oleh pihak berwajib, ya jago-jago lah mereka. Yang saya ga habis pikir itu, kenapa yang dipilih lokasinya tempat wisata. Gaswat kan... Coba ente pikir ndiri kemungkinan2 yang bisa muncul...!

    NB: In God We Trust itu Slogan sekaligus spirit blog ini mpok hehehehe....

    BalasHapus
  3. Wah saya juga tidak tau klo tgl 28/9 itu hari konservasi nasional...hehehe

    Terlalu banyak sich hari2 penting yang cuma slogan, 'makanan empuk' para pejabat, namun substansi yang dikerjakan cuma seupil saja...

    Info nich, tgl 16/10 adalah hari pangan sedunia (betul ga tgl itu, saya sich cuek aja dech).
    Berkaca dari HPS ini ternyata leader perayaannya itu kita Badan Libang Kehutanan, mengambil lokasi di Lombok.

    Sedikit menggelitik, kenapa leadernya kemenhut cq badan litbang kehutanan, bukan orang pertanian ato orang ketahanan pangan dan sesama penampakan lainnya? Mungkin ada tujuan politik tertentu, tapi saya kok mikirnya agak laen. Saya memandang bahwa kehutanan dianggap tidak mampu menghasilkan nasi, daging ato isi perut lainnya, sehingga kita harus menjadi leader dalam kegiatan itu.

    Memang sich mengelola hutan seharusnya juga untuk mensejahterakan masyarakat, salah satunya menghasilkan isi perut, tapi itu hanya salah satu bagian besar tujuan pengelolaan hutan, dan jangan kemudian kita jadi terjebak dengan isi perut saja karena tuntutan politik sektor lain. off the record ni.. salah satu kegiatannya menanam cabe.. bukan menanam cabe ding, tapi menanam kembali cabutan cabe... hahaha aneeehhh... Adalagi pamer rusa, bukan pamer dagingnya yang enak dimakan... Rusa sang selebritis... hehehe

    Kembali ke konservasi. Apa sich sebenarnya yang difahami oleh pemangku kawasan konservasi tentang istilah itu? Definisinya banyak dan sangat luas. Namun pada prakteknya hanya menjaga agar masyarakat tidak merusak. sangat simple tapi sesungguhnya menyesatkan. Kenapa? Cari ndiri dech jawabannya... hehehe

    Saya komen dikit tentang penyu. Kayaknya penyu tuh sifatnya pemalu dach.. tak suka klo difoto2 atau disambut dengan tepuk tangan.. apalagi dilepas diantara jaring pukat, wah bukannya besar tapi malah kelupaan makan, maen2 aja di jaring. Berfikir kritis tentang itu, saya menganggap hal itu tidak akan menjamin kelestarian penyu dan tidak akan meningkatkan rating tempat wisata ke depannya.. la wong penyunya juga hidupnya semaunya dia, ga tau dech klo dia sudah dibisiki sesuatu ma para peserta perayaan... hehehe

    Mengenai nyamplung, ada yang menurut saya janggal. Kenapa nyamplung di tanam di dekat tanggul penahan ombak. Setahu saya sifat dan karakteristik tumbuh jenis dan habitat nyamplung bukan di situ.. Nyamplung bukan berada pada tipe ekosistem front terdepan menghadang ombak seperti hutan pantai dan mangrove... ada memang beberapa contoh seperti itu, tapi masih menjadi tanda tanya besar bagi saya, karena nyamplung kebanyakan tumbuh di pinggiran sungai/kena aliran air sungai di dataran rendah atau di daerah perbukitan yang cenderung lembab atau mempunyai aliran air tawar yang cukup. Jenis ini juga adalah jenis toleran (?). Mungkin sebagai bentuk adaptasi saya rasa itu lebih pas.. tapi ga tau dech di NTT. Tapi yang jelas menanam nyamplung di pasir laut terbuka yang langsung kena ombak di beberapa lokasi di NTB dan Bali hasilnya sangat mengecewakan apalagi klo ga dirawat, mubazir banget.

    But anyway, itulah kehutanan kita... think think think...likes Dora the explorer...

    BalasHapus
  4. Wah mantabs tuh gan, bisa di up ga info HPS nya? mau tak tembak ke korlok* ajah. Siapa tau rame.

    *koran lokal..... hehehe

    BalasHapus
  5. Saya ga masuk ke tim HPS, tapi pasti nanti muncul di berita nasional, soale SBY mau dateng.. Mudah-mudahan semua kegiatan yang ada akan terekspose jadi bisa kita kritisi lagi, nanti sy juga akan minta beberapa dokumentasi tim sebagai penunjang... lepas dari itu, sy ga sangka komen saya yang tgl 29/9 muncul juga di blog.. hehehe...

    BalasHapus
  6. hahaha... ini blog khusus orang-orang revolusioner gan ... jadi otomatis kalo yang uplut komen terdeteksi kadar revolusionernya

    btw, ditunggu bocorannya untuk HPS nya. Saya berkepentingan tuh, soalnya ketahanan pangan di NTT jadi jargon yang ampuh untuk mendatangkan bala bantuan para donatur hueheuhuehue

    BalasHapus